KEPEMIMPINAN DI DALAM ISLAM

by



KEPEMIMPINAN DI DALAM ISLAM

Dengan segala kerendahan hati kita kepada Allah SWT marilah kita mengakui segala bentuk kekurangan pengabdian kita kepada-Nya sehingga kita akan mampu menambah kualitas ibadah secara lebih baik melalui upaya mengamalkan segala apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi terhadap apa yang dilarang-Nya. Sikap ini akan membawa tiga pengaruh terhadap hati setiap muslim yang mendapat Hidayah Allah ; Pertama, (ان يذكر و لا ينسى)Dengan Taqwa kepada Allah hamba Allah akan selalu berusaha mengingat Allah dalam keadaan bagaimanapun dan sekali-kali dia tidak mau melupakan-Nya. Kedua, (ان يشكر ولا يكفر) Dengan Taqwa kepada Allah seseorang akan terus berjuang untuk selalu mensyukuri semua pemberian-Nya baik pemberian berupa kenikmatan maupun ujian dari-Nya sehingga dia enggan untuk mengkufuri-Nya. Ketiga, (ان يطاع ولا يعصى) Dengan taqwa kepada Allah seorang hamba akan bertekad untuk memperindah nilai ketaatannya kepada Allah dalam segala sikap dan perilaku sebaliknya dia takut apabila mendurhakai-Nya.



Allah SWT memberikan kisah perjuangan para Nabi dan Rasul kepada kita banyak menyimpan kandungan hikmah dan pelajaran. Kisah-kisah tersebut bisa dijadikan bekal bagi kita untuk menghadapi kehidupan selanjutnya yang lebih baik. Nabi Ibrahim as salah satu hamba pilihan Allah SWT yang sering diungkap sejarah perjuangannya. Beliau termasuk salah satu dari sekian para Nabi dan Rasul yang juga sering mendapatkan ujian dan tantangan hidup dari Allah SWT sebagai sarana selektifitas keimanan yang sempurna. Apalagi sebagai Rasul dan Nabi, kitapun sebagai hamba Allah yang beriman akan diuji oleh Allah. Allah berfirman ;
احسب الناس ان يتركوا ان يقولوا امنا وهم لا يفتنون العكبوت:2
Artinya : Apakah manusia yang mengatakan saya beriman mengira bahwa mereka tidak akan diuji.

Segala bentuk ujian dan cobaan dari Allah SWT sering kali dijadikan tolok ukur nilai keimanan seseorang, hal ini memberi makna kepada kita bahwa seorang mukmin dengan tingkat keimanannya yang berbeda akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT menjadi pemimpin-pemimpin di dunia. Tetapi sebaliknya mereka yang bersikap dzolim terhadap dirinya apalagi terhadap orang lain serta tidak mau berbakti kepada Allah SWT tidak akan dijadikan pemimpin. Hal ini kita fahami dari tafsiran ayat ke 134 Surat al-Baqoroh.
 قال انى جاعلك للناس اماما قال ومن ذرياتى قال لا ينال عهدى الظالمين  و اذ ابتلي ابراهيم ربه بكلمات فاتمهن  

Artinya :”Ingatlah (Wahai Muhammad) ketika Allah menguji Ibrahim dengan berbagai ujian, maka dia mampu menyempurnakannya, Allah Berkata ;”Aku jadikan kamu pemimpin atas sekalian manusia”,Ibrahim memohon, “Bagaimana dengan anak cucu kami ? Allah Menjawab, “Janjiku (menjadikan pemimpin) tidak akan diberikan kepada orang-orang yang dzolim”
Nabi Ibrahim adalah hamba Allah yang kuat menerima ujian sehingga mampu melaksanakannya secara sempurna sebagaimana sering Allah sebutkan dalam firman-Nya وابراهيم الذى وفى ,Oleh karenanya dia akhirnya diangkat menjadi pemimpin bagi sekalian manusia.

Pemahaman kontekstual ayat tersebut bisa dipetik pada konsentrasi keharusan mengadakan uji publik (Test and Profit) kemampuan, kekuatan mental dan tekad kejujuran seorang pemimpin dalam segala bidang. Pemimpin pada level yang  tinggi seperti Raja, presiden sampai pemimpin level yang rendah. Nabi Muhammad SAW pernah memberikan kinayah terhadap seorang pemimpin dengan seorang penggembala. Rasulullah bersabda :

Setiap orang diantara kalian adalah penggembala dan setiap orang  diantara kamu bertanggungjawab mengenai gembalaannya, Jadi; seorang imam adalah penggembala rakyat dan bertanggungjawab terhadap rakyatnya; seorang istri adalah penggembala rumah tangga suaminya dan bertanggungjawab mengenai gembalaannya; seorang anak adalah penggembala bagi kesejahteraan ayahnya dan bertanggung jawab mengenai gembalaannya; seorang hamba adalah penggembala harta benda tuannya dan bertanggungjawab mengenai gembalaannya. Berhati-hatilah kalian ! setiap orang di antara kamu bertanggung jawab mengenai gembalaannya.
Seorang pemimpin diperbandingkan seperti penggembala dimaksudkan bahwa mereka adalah pembantu-pembantu Allah (Nuwwah) Allah untuk menjaga hamba-hamba Allah yang ada dalam kekuasaan tanggungjawabnya. Sementara rakyat atau umat adalah hamba-hamba Allah sebagai amanat pemimpin untuk dijaga keselamatannya, dilindungi hak-haknya dan  ditingkatkan kesejahteraannya. Bukan dijadikan alat untuk mengeruk kekayaan dengan dalih kepentingan rakyat, mempertahankan kekuasaan dengan mengorbankan  rakyat. Seorang penguasa dalam dirinya tersimpan konsep perwalian dan perwakilan (al-wilayah wal wikalah).

Dalam keterangan lain Nabi Muhammad SAW pernah berkata kepada Abu Dzarr ;bahwa kepemimpinan seseorang merupakan sebuah amanat (titipan) kepercayaan dari Allah SWT, dan pada Hari Kebangkitan nanti hal itu akan menyebabkan malu dan kehinaan. Kecuali bagi seseorang yang menerimanya dengan syarat-syaratnya dan menyempurnakan kewajiban-kewajiban yang menyertainya.
Berdasar hadis diatas maka kepemimpinan seseorang apapun bentuknya harus berlandaskan pada upaya menjaga amanah Allah dengan baik.Bukan didasarkan atas sesuatu yang bersifat sementara tetapi menjadikan sengsara bagi kita selama-lamanya. Sehingga pemimpin yang baik ialah mereka yang selalu memikirkan kesengsaraan atau kesusahan rakyat/umat bahkan rela mengorbankan harta bendanya demi kesejahteraan rakyatnya, menjaga keselamatan hidup rakyat/umat  melalui upaya peningkatan kualitas amal ibadah secara pribadi dengan prinsip kebersamaan/jama’ah.

Betapa beratnya tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin maka Rasulullah mengingatkan agar sebuah kepercayaan tugas dan tanggung jawab rakyat / umat diberikan kepada ahlinya.
Rasulullah bersabda ;


Diceritakan dari Abi Huraira Beliau berkata : “Tatkala Nabi SAW memberi ceramah dalam suatu majlis Tiba-tiba seorang A’rabi (baduwi) datang seraya bertanya : “Kapan terjadinya Kiamat ? Rasulullah tetap meneruskan ceramahnya, saat itu kaum berbeda pendapat; sebagian berkata bahwa Nabi mendengar pertanyaan orang tersebut tetapi Beliau enggan menjawabnya karena kurang sopan, sebagian kaum berkata : bahwa Nabi tidak mendengar,  sampai akhirnya Nabi selesai ceramah beliau bertanya siapa orang yang bertanya tentang hari kiamat (kehancuran) tadi ? Si A’robi berkata : “Saya, wahai Rasulullah”, Lalu Rasulullah bersabda, “Apabila amanah dilanggar maka tunggulah oleh kalian hari kiamat (saat saat terjadinya kehancuran/kerusakan), Ketika orang-orang bertanya kepadanya :”Ya Rasulullah apakah yang menyebabkan amanah itu dilanggar ?” Ia menjawab : “Apabila urusan kepentingan masayarakat banyak (pemerintahan) diamanahkan kepada mereka yang tak pantas memegangnya maka tunggulah saat kehancurannya”.

Dengan demikian bagi mereka yang beriman yang telah mendapat kepercayaan memimpin umat hendaklah melaksanakannya dengan baik dan harus menegakkan keadilan. Sebagiamana firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 58
اان الله يأمركم ان تؤدوا الامانات الى اهلها و اذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل , إن الله نعما يعظكم به, إن الله كان سميعابصيرا النساء : 58
Artinya :”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajatan yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Oleh karena itu Beliau  syeikh al Islam Imam Ibn Taimiyah menegaskan dalam karya populernya; Siyasah Syar’iyyah fi Islahir Ra’I wa Ra’iyyah, bahwa amanat dalam ayat diatas memiliki dua konotasi Pertama, amanat adalah kepentingan-kepentingan masyarakat yang merupakan tanggung jawab pemimpin untuk mengelolanya, supaya pengelolaannya baik dan benar maka pilihlah pemimpin yang betul-betul memiliki kecakapan dan kemampuan. Kedua, amanat adalah mengenai pengelolaan kekayaan negara, kota atau desa dan perlindungan harta benda milik para warga negara. Dalam hal kekayaan negara atau komunitas yang lebih kecil seperti desa maka rakyat tidak diperkenankan menolak membayar segala kewajiban yang ditentukan oleh aparat negara atau desa. Sebaliknya seorang pemimpi tidak diperkenankan pula menjual aset negara (seperti BUMN) kepada orang lain atau negara lain apalagi menyangkut terbongkarnya rahasia negara. Ibn Taimiyah lebih lanjut menyatakan bahwa kepemimpinan (termasuk pemilihan  seorang pemimpin) harus didasarkan atas dua landasan pokok ; kekuatan, integritas (al-Quwwah)  Kakuatan diukur menurut sifat fungsi sesuai tugas yang dibebankan (Profesionalitas) dan amanah, Loyalitas (al-amanah) kesanggupan menjaga amanah diukur menurut ketakwaan kepada Allah, keengganan untuk menjual ayat-ayat Allah demi kekayaan dunia dan sikap yang tidak takut kepada manusia.. Beliau mengutip firman Allah SWT ;

Artinya ; Sesungguhnya sebaik-baiknya orang yang dapat engkau pekerjakan adalah yang kuat dan yang terpercaya.

Demikian khutbah kali ini, kita berdo’a semoga aktifitas hidup kita khususnya dalam kewajiban mencari pemimpin dalam segala level diberi hidayah Allah SWT sehingga tidak salah milih karena suatu kepentingan yang semu. Semoga bangsa yang besar nan kaya raya dengan hasil buminya rakyatnya diberi petunjuk mampu mensyukuri pemberian Allah dan pemimpinnya mendapat ampunan Allah SWT sehingga membuat kebijakan yang membela kepentingan rakyak banyak bukan kepentingan pribadi dan kelompoknya.