Dominasi Pers Barat
by Unknown
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perbincangan
mengenai media, tentunya tidak akan luput pula memperbincangkan mengenai pers
dan pemerintah, banyak pertanyaan yang akan mengiringi perjalanan keduanya.
Bisa dikatakaan kita perlu memperhatikan keadaan suatu negara untuk dapat
mengetahui pula status dan pergolakan pers dalam mengolah media di negara itu
sendiri. Hal-hal yang demikian inilah yang membeda-bedakan antara pers di
sebuah negara dengan pers di negara lainnya. Sehingga tak diherankan jika pers
selalu dapat menarik simpati para masyarakat.
Berdampak
pada era globalisasi, segala sesuatu menjadi mendunia. Ekonomi, sosial, budaya,
apaun itu bentuknya akan selalu mendapat perhatian oleh ribuan mata di seluruh
dunia. Begitu pula dengan proses pemberitaaannya, tentunya tidak menutup
kemungkinan tersentuh oleh perubahan yang mengakibatkan perkembangan. Dalam
tubuh pers itu sendiri, kita tahu bahwa pers di negeri barat mendapat sorotan
yang lebih dari pers-pers lainnya. Hal ini dikarenakan pers yang tidak dikuasai
oleh kaum penguasa negara seperti pers pada umumnya. Namun pers di negara Barat
pasalnya sudah mengalami kemerosotan nilai dari konsep yang semestinya. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Dengan demikian,
kami mengangkat topik tersebut menjadi bahan kajian makalah kami pada
kesempatan kali ini.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
konsep daripada pers Barat
2. Mengetahui
bagaimana sistem kerja pers di negara Barat.
3. Mengetahui
bagaimana bentuk dominasi Barat dalam mengelola isi media.
C.
Rumusan
Masalah
1. Bagimanakah
konsep dari pers Barat ?
2. Bagaimanakah
sistem kerja pers Barat dalam memberitakan sebuah berita ?
3. Bagaimanakah
bentuk dominadi pers terhadap media yang ada ?
BAB II
Pembahasan
A.
Konsep Pers
di Negara Barat
Pers di
negara barat memiliki konsep yang mirip dengan konsep libertarian, yakni
manusia tidak lagi dipandang secara pasif menerima kebenaran seperti yang
ditentukan penguasa. Namun manusia dipandang rasional dan memiliki kemampuan
bahwa untuk membedakan kebenaran dan kebatilan. Peran media di sini ialah
membantu individu mencari kebenaran. Sehingga tidak heran jika pers barat
terkesan independen, otonom, dan bebas untuk mengekspresikan gagasan tanpa
merasa takut akan adanya campur tangan pemerintah.
Secara
historial konsep sedemikian rupa merupakan perjuangan konstitusi panjang dari
Inggris dan Amerika Serikat. Mereka telah benar-benar melahirkan sistem pers
yang relatif bebas dari kontrol pemerintah yang sewenang-wenang. Pers yang
benar-benar bebas dari independen hanya ada disebagian kecil negara-negara
Barat yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Sistem
hukum memberikan perlindungan yang berarti bagi kebebasan sipil perorangan.
2. Tingkat
pendapatan rata-rata tinggi dalam income perkapita, pendidikan serta melek
huruf.
3. Pemerintahan
dengan sistem multi partai, demokrasi parlementer.
4. Terdapat
modal cukup sehingga perusahaan swasta diperbolehkan mendukung atau memiliki
media komunikasi berita.
5. Tradisi
yang mapan mengenai kemandirian jurnalistik.
Daftar bangsa yang memiliki kriteria pers Barat ini termasuk
Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Swedia, Jerman, Belanda, Belgia, Perancis,
Austria, Australia, Selandia Baru, Swiss, Norwegia, Denmark, Irlandia, Italia,
Israel, dan Jepang.
Dalam konsep Barat, hal yang mendasari pers untuk berproses
“membesarkan diri sendiri” (self righting) adalah keyakinan pers terhadap kebenaran
masyarakat dalam menerima dan mempercayai sebuah informasi tanpa campur tangan
pemerintah. Pemerintah di mana pun tidak boleh menghalangi pengumpulan berita
yang sah. Dengan adanya konsep ini bukan berarti media berita Barat tidak
memiliki kekurangan yang serius.
B.
Pers di
Amerika Serikat
Thomas E. Patterson dalam The United States : News in a
Free Market Society yang termuat dalam buku Democracy and the Media : A
Comparative Perspective, menyatakan
bahwa Amerika Serikat merupakan negara dengan sistem pers paling bebas. Bahkan
tidak hanya bebas, pers di Amerika Serikat juga menganut paham commersial dan
adversarial.[1]
Jika harus membandingkan antara sistem pers di Amerika dengan
sistem pers di negara-negara lainnya, maka bisa dikatakan bahwa sistem pers di
Amerika serikat adalah penganut, “The Freest”. Dengan demikian tidak ada
penghalang ataupun hambatan bagi pers di Amerika Serikat untuk berkembang.
Mengkonstruksi kata ‘bebas’, tentunya bebas disini adalah kebebasan ala Amerika
Serikat. Pada mandat yang termaktub dalam First Amandemen Amerika
Serikat tertulis, “ Congress shall make no law…abridging the freedom of speech,
or of the press.” Implikasi yang muncul dari klausul dalam First Amandemen ini
adalah kebebasan pers di Amerika yang ditandai dengan tidak adanya regulasi
dari pemerintah yang ditujukan untuk mengatur pers. Bahkan selama beberapa
dekade pers di Amerika Serikat mempunyai kebebasan dan otonomi yang luar biasa.[2]
Pers di Amerika juga bebas dari sensor pemerintah.
Meskipun Departemen Pertahanan di Amerika bisa melakukan pengawasan dan
pembatasan, namun tanggung jawab dan persetujuannya tetap bergantung pada
pemerintah. Dalam mewujudkan kebebasan pers di Amerika, bingkai yang digunakan
oleh konstitusi Amerika berpijak pada keyakinan untuk melindungi kebebasan
berekspresi dan beropini.
Dalam tulisannya, Patterson juga mengungkapkan bahwa
sistem pers di Amerika menganut paham komersial (keuntungan) dan adversarial
(pertentangan). Untuk paham adversarial tentunya sah-sah saja jika memang pada
kenyataannya pers Amerika tidak dalam keadaan sepihak dengan pemerintahnya.
Namun dengan paham komersil inilah yang menimbulkan permasalahaan. Menurut
Patterson, pers Amerika berorientasi tidak semata pada news
gathering namun lebih ke arah profitnya.
Sehingga dampak negatifnya ialah media mengikuti alur masa dalam kenyataannya,
terlebih lagi saat dikenalnya yellow
jurnalism dalam pers Amerika. Nyatanya, tidak semuanya setuju dengan sistem
yang diteapkan Yellow Journalism, yang lebih menekankan persoalan
bombastisme, sensasionalisme, dan justru mengundang kritik.
C.
Dominasi
Pers Barat Terhadap Isi Media
Media massa Barat
telah menjadi alat mengokohkan kepentingan kapitalisme global, karena itu
dominasi pers Barat harus dihentikan. Pers Barat telah menjadi mesin politik
untuk menyuarakan kepentingan Barat dengan membangun opini positif tentang
kapitalisme sebaliknya membuat citra negatif terhadap mereka yang dianggap
merupakan potensi ancaman bagi Barat.
Bisa kita
saksikan secara seksama bagaimana media massa Barat pada umumnya selalu
menggambarkan secara positif berita tentang Israel. Tindakan Israel
membombardirkan rumah-rumah rakyat Palestina dengan bom-bom dahsyat dalam
jumlah massif disebut preemptive strike (tindakan sebelum diserang) disebut
punishment strike (tindakan hukuman bagi yang bersalah). Semantara kalau
pejuang Palestina yang tidak setuju terhadap penjajahan Israel membunuh
beberapa orang tentara Israel disebut tindakan terorisme.[3]
Hal senada
disampaikan pembicara lain Amran Nasution (wartawan senior). Dia mencontohkan
pers AS telah menjadi alat legalisasi terhadap serangan AS di Irak. Saat itu
pers memberitakan tanpa sikap kritis presentasi Colin Powel di PBB. Saat itu
Powel dengan bantuan photo satelit dengan percaya diri menunjukkan
gambar-gambar yang dia sebuat sebagai tempat senjata pemusnah masal Irak. Pers
AS pun mengutip Powel tanpa mengecek kebenaran informasi itu. Pers berhasil
membangun opini seakan-akan Irak memang sah untuk diserangkan . Namun bagaimana
realitanya ? Hingga kini AS tidak pernah menemukan senjata pemusnah massal di
Irak.[4]
Hal yang sama
dilakukan media massa nasional. Dalam insiden Monas menurut Amran, tampak
sekali Koran Tempo bias . Bahkan hal yang paling minimal seperti cover both
side tidak dilakukan. Saat itu Koran Tempo menampilkan photo Munarman sedang
mencekik apa yang disebut Tempo sebagai anggota AKK-BB. Koran Tempo tidak
melakukan cek ulang terhadap Munarman. Belakangan ternyata Munarman justru
mencegah anggotanya sendiri agar tidak berbuat anarki.[5]
Tidak ada media
massa yang benar-benar objektif. Semua media massa pastilah memiliki pradigma
tersendiri dalam pemberitaannya. Namun ironisnya, dominasi yang dilakukan oleh
pihak Barat terkesan membawa misi untuk memojokkan islam. Pers memposisikan
seakan-akan sebagai media massa non partisan, tapi kenyataannya memihak pada
kepentingan tertentu.
Ismail Yusanto
menambahkan disamping level personal insan jurnalistik, perlu juga secara
struktur membangun jaringan media massa global. Mengingat dominasi pers Barat
tidak bisa dilepaskan dari dominasi politik dan ekonomi Barat, umat Islam juga
harus memiliki kekuatan politik dan ekonomi global. ” Dalam konteks itulah
seruan Khilafah Islam yang akan menyatukan umat Islam seluruh dunia, menjadi
sangat penting dalam hal. Tanpa ada kebijakan politik yang memutuskan dominasi
Barat, pers Barat akan terus menerus menyerang Islam tanpa ada kekuatan yang
seimbang,” tegasnya.[6]
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
·
Pers Barat memiliki konsep pers yang hampir sama
dengan konsep libertarian.
·
Menurut konsep tersebut, peran media ialah membantu
individu mencari suatu kebenaran.
·
Amerika Serikat merupakan
negara dengan sistem pers paling bebas. Bahkan tidak hanya bebas, pers di
Amerika Serikat juga menganut paham commersial dan adversarial.
·
Media massa Barat telah menjadi alat
mengokohkan kepentingan kapitalisme global.
·
Pers Barat telah menjadi mesin politik untuk
menyuarakan kepentingan Barat dengan membangun opini positif tentang
kapitalisme sebaliknya membuat citra negatif terhadap mereka yang dianggap
merupakan potensi ancaman bagi Barat.
·
Tidak ada media massa yang benar-benar
objektif. Semua media massa pastilah memiliki pradigma tersendiri dalam
pemberitaannya
*
Daftar Pustaka*
Ø Shoelhi,
Muhammad. 2009. Komunikasi Internasional
Perspektif Jurnalistik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Ø 7 komentar untuk “Ismail Yusanto : Dominasi Pers Barat Harus Dihentikan”